March 30, 2020

When Would I?


Hampir setiap malam aku menangisi hal yang tidak kuketahui. Tanpa sebab, selalu mengalir begitu saja jika terasa sakit. Tidak jarang dadaku sesak, menahan suara tangis agar tidak terdengar siapapun. Tapi itu bukanlah alasan untuk menceritakannya ke orang lain. Aku harus tetap terlihat baik-baik saja. Terkadang aku berbohong bila perlu. Jika orang ingin aku bercerita, kukatakan secukupnya. Jika orang mencemaskanku, kutunjukkan bahwa aku tidak apa-apa. Sejauh mereka tau aku baik-baik saja, sudah cukup, kan? Ini caraku untuk meyakinkan diriku sendiri.

Terkadang jika sudah terlalu lama menahannya, kutumpahkan saja sambil tertawa. Menjadikan itu hal yang menarik untuk bahan bercanda bersama teman. Andai saja aku bisa mengatakan bahwa bukan seperti itu respon yang kubutuhkan. Bukan begini inginku mengungkapkannya.

Andai saja aku bisa langsung menangis ketika seseorang bertanya apakah aku baik-baik saja. Andai saja aku tidak perlu tertawa saat seseorang menjawab "nggak ada yang tau, Sar" ketika aku berkata "aku nggak apa-apa gini, lho." Andai saja aku bisa mengakuinya. Andai aku bisa sedikit saja menunjukkan bahwa aku tidak baik-baik saja.

Aku tidak bisa menepis begitu menusuknya menanggung sendiri, begitu pahitnya sakit sendiri. Apakah rasanya harus seperti ini? Terasa perih jauh di dalam sana. Hampir setiap hari selalu terbesit pertanyaan kepada diriku sendiri, "when would you admit that it isn't okay?"


Aku.. sungguh-sungguh merasa kehilangan sosok yang memahamiku tanpa perlu kuungkapkan.


No comments:

Post a Comment