July 8, 2012

Rewrite: Azmi Lathief



Let me introduce you to, my kind of bestie, Lathifatul Azmi Habiba.

Dikenal baik dengan nama Azmi Lathief dan akrab disapa dengan panggilan Azmik. Ulang tahunnya empat tahun sekali! Aku mulai mengenalnya semenjak dipertemukan di salah satu tempat kursus, tepatnya saat kami menduduki kelas 1 SMA. Sebelumnya, sudah pernah menuliskan tentangnya. Namun, kurasa saat itu aku terlalu mudah menuliskannya disaat aku belum mengenal dia begitu dalam. Jadi, aku memutuskan untuk menuliskannya kembali.

Azmik adalah salah satu orang yang kukenal baik hingga saat ini. Termasuk orang yang kujadikan tempat mengadu suka-duka, bertukar cerita maupun pikiran, berbagi solusi, bahkan tempatku berkaca agar aku bisa sekuat dia. Azmik sosok yang kuat, rendah hati, ulet, juga pekerja keras. Untuk masalah pikiran, sedikit banyaknya, ia hampir mirip denganku. Kami sama-sama "rajin" mengumpulkan pikiran, memikirkannya sampai mengernyitkan dahi. Mungkin kesamaan inilah yang membuatku merasa dia pantas untuk kujadikan seorang sahabat. Kalau kau tanya kesamaan kami yang lain, ya, bisa dibilang kami sama-sama gila. Aku masih ingat dulu menghabiskan waktu dengan tawa-tidak-anggun semasa kami berada di tempat kursus. Rutinitas wajib saat itu adalah menikmati Indomie setelah pulang jam kursus hingga malam. 

Tulisan sebelumnya dibuat pada tahun 2012 dan aku menuliskannya ulang di penghujung tahun 2016. Sudah 4 tahun berlalu sejak kami mulai berteman, semoga bisa bersahabat sampai tua ya, Mik? Bertahun-tahun mengenal Azmik, bukan berarti kami tidak pernah berbeda pemikiran. Sempat mengalami hal tersebut hingga kami menjadi kaku, bahkan seperti enggan ada keinginan untuk memperbaiki. Yang kurasakan saat itu adalah takut semakin memperburuk keadaan. 

Terkadang, memperbaiki sesuatu pun butuh waktu. 

Mungkin benar apa kata orang, kekecewaan paling bisu adalah kecewanya orang rendah hati. Bisa dibilang aku berusaha membuat ia kembali berlaku seperti semula. Tapi, seperti yang kukatakan sebelumnya, bahkan memperbaiki sesuatu juga butuh waktu. Awalnya terlihat sulit, tapi Tuhan berbaik hati, sampai-sampai ia sudah kembali seperti Azmik yang biasanya kukenal. Hal ini membuatku belajar untuk lebih menghargai orang lain. Life is about learn the life-lesson, right?

Lesson learned.

Hal lain yang kuingat dari Azmik adalah caranya me-labelkan dirinya sebagai "The Undesirable". Jangan tanya kenapa, karena beberapa tahun mengenalnya pun aku tidak mampu mengubah keyakinannya bahwa dia berharga untuk semua orang disekitarnya. Bagaimana tidak? Orang-orang disekitarnya terlihat sangat menyayanginya. Bahkan dilihat dari banyaknya relasi yang ia miliki, ia bisa dibilang orang yang menyenangkan untuk dikenal. Banyak yang ingin mengetahui Azmik lebih dalam. Mungkin karena kerendahan hatinya setiap kali teman-temannya berbagi cerita. I'm all ears, itu yang selalu ia katakan kalau-kalau ada yang membutuhkan ia jadi pendengar. Tuh, kan, bagaimana bisa aku mendukungnya menggunakan label "The Undesirable"? Hahaha. Pernah mencoba mengubah pandangannya tentang dirinya sendiri tapi tidak mempan. Bagaimanapun juga, kurasa dia punya alasan tersendiri me-labelkan dirinya. Semua orang pasti punya alasannya sendiri, kan? Bagiku, yang penting dia tahu bahwa aku, dan teman-temannya yang lain, menganggap dia berharga. 

Too precious to wear the Undesirable label.

Sudah jarang ketemu Azmik, banyak cerita masing-masing yang terlewatkan. Mungkin kalau kita ketemu nanti, satu hari nggak cukup untuk saling tukar cerita, ya, Mik? Yah, kapan-kapan kita bisa tukar pikiran lagi sambil ngopi, di Coffee Toffee yang mas-mas disana dulu sampai hafal kalau kita pelanggan terbaik!:))

Nih, kusisipkan foto terbaru dengan Azmik. Kita jarang foto, sekalinya foto kadang-kadang fail. Hahaha tapi nggak apa-apa, itu yang bakal dikenang nanti sewaktu tua. Oh, ya, bagi kalian yang ingin membaca tulisan-tulisan Azmik, kalian bisa mengunjungi blognya: Azmi Lathief. Terima kasih sudah mengajarkan banyak hal, Mik! Jangan ragu untuk membagi sedikit dari otakmu yang penuh itu karena I'm all ears just like what you always do!



[Sarah - Azmik]
4 years being bestie and still counting!

A Girl Must Be...


"A girl must be strong, not weak."

Aku sudah pernah merasakan kebahagiaan, tangis haru, kesedihan, sakit hati, bahkan amarah. Aku sudah pernah mempelajari masalah-masalah dalam hidupku. Mungkin melelahkan. Tidak ada masalah yang tidak melelahkan. Namun seiring berjalannya waktu aku mulai sadar. Problems are challenge. 


And the challenge is: how to solve them by yourself.

Aku berkali-kali jatuh-bangkit-jatuh-dan harus bangkit. Aku mungkin dulu sosok yang menyedihkan. Kalau diingat-ingat, aku mungkin malu sekali jika di harus flashback. Sosokku dulu mungkin sangat kekanak-kanakan. Aku bahkan sering masuk ke dalam masalah-masalah teman-temanku, yang maksudku dalam niat membantu. Mungkin satu tahun yang lalu, atau hanya beberapa bulan yang lalu. Aku merasakan penghinaan luar biasa. Saat itu benar-benar puncaknya aku menjadi anak yang cengeng. Aku menangis, emosiku tidak pernah stabil. Namun aku mulai belajar. Belajar mengendalikan diriku sendiri. Entah kenapa rasanya seperti aku terbangun dari tidur yang panjang dan menjadi seseorang yang baru. Aku jarang sekali menangis satu tahun belakangan ini. Sedih pun hanya kurasakan beberapa kali saja. Mungkin bisa dibilang aku lebih pendiam dari sebelumnya. Dulu, aku sangat peduli terhadap teman-temanku yang sedih-karena-cowok, menangis-karena-berpisah. Tetapi, aku sekarang malah tidak begitu peduli dengan mereka yang menangis-lalu mengutarakannya lewat Twitter-bercerita tentang kronologi kesedihannya. Aku lebih menghargai perempuan yang mampu kuat walaupun banyak sekali masalah yang membuatnya sedih.


Kenapa harus menjadi sosok yang menyedihkan?

Perempuan harus berprinsip kuat. Menjadi sosok yang tegar lebih baik daripada harus menangis dan menceritakan kepada orang lain lalu membuat sudut pandang orang tersebut menjadi 'saya prihatin dengan kamu'. Jangan khawatir, Tuhan memberi masalah sesuai porsinya. Jadilah sosok yang tangguh. Aku memang belum setangguh itu. Tapi aku belajar. Karena sebenarnya seorang perempuan seharusnya adalah sosok yang tegar dan kuat, tidak lemah.


July 6, 2012

What Friends Are For?


Semua orang sudah tau pastinya tentang apa-guna-teman. Teman memang selalu ada. Teman aja selalu ada, bagaimana dengan sahabat? Pasti lebih lebih lebih segalanya & selalu ada. But, sometimes, I hate those sentences. Pembunuhan mental, terutama mind-set. Bagaimana bisa orang-orang mengatakan bahwa teman dan sahabat akan selalu ada disaat kita butuh -'cause that's what friends are for- sedangkan, setiap harinya pasti kita akan bertemu orang-orang baru yang tentunya akan menjadi orang terdekat kita nantinya. Teman atau sahabat tidak selalu ada disaat kita butuh. Mereka semua punya urusan masing-masing. Kadang aku merasa kesepian. Sepi. Kadangpun aku tidak pernah tau adakah yang membutuhkanku. Hanya saja aku berterimakasih dengan Tuhan, karena baru saja aku tau yang mana teman yang menurutku benar-benar ada. Although, mereka tidak selalu ada. Kadang aku benci harus berhadapan dengan mereka yang hanya membutuhkanku saat mereka ada masalah. Tetapi kenapa mereka hilang disaat aku membutuhkan mereka? Bukankah suatu pertemanan membutuhkan feedback? Sering aku ingin membalas mereka, mungkin dengan cara tidak begitu me-respon mereka. Namun, kenapa aku harus kehilangan diriku sendiri dengan menjadi seperti mereka?

"Be nice, be yourself. You don't have to change like them 
just because they don't treat you as you treat them."

July 4, 2012

Hi!

I can't open my last blog, so I think it'll be better if I make the new one. Thx xoxo<3